A. Sejarah Kelahiran
Nandlatul Ulama, disingkat
NU, artinya
kebangkitan ulama. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama pada
tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H di Surabaya.
Latar belakang berdirinya
NU berkaitan erat
dengan perkembangan pemilciran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu Pada
tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan
oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi.
Tersebarlah berita penguasa baru itu akan
melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni, yang sudah berjalan
berpuluhpuluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi.
Pengamalan agama dengan sistem bermadzhab, tawasul, ziarah kubur, maulid Nabi,
dan lain sebagainya, alcan segera dilarang.
Tidak hanya itu. Raja fbnu Saud juga ingin
melebarkan pengaruh kekuasaannya ke seluruh dunia Islam. Dengan dalih demi
kejayaan Islam, ia berencana meneruskan kelchilafahan Islam yang terputus di
Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu dia berencana menggelar
Muktamar Khilafah di Kota Suci Makkah, sebagai penerus Khilafah yang terputus
itu.
Seluruh negara Islam di dunia akan diundang
untuk menghadiri muktamar tersebut, termasuk Indonesia. Awalnya, utusan yang
direkomend a silcan adalah HOS Colcroaminoto (Si), K.H. Mas Mansur
(Muhammadiyah) dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah (pesantren). Namun, rupanya ada
permainan licik di antara kelompok yang mengusung pan calon utusan Indonesia.
Dengan alasan Kiai Wahab tidak mewalcili organisasi resmi, maka namanya dicoret
dari daftar calon utusan
Peristiwa itu menyadarkan para ulama pengasuh
pesantren akan pentingnya sebuah organisasi. Sekaligus menyisakan sakit hati
yang mendalam, karena tidak ada lagi yang bisa dititipi sikap keberatan akan
rencana Raja Ibnu Saud yang alcan mengubah model beragama di Makkah. Para ulama
pesantren sangat tidak bisa menerima kebijakan raja yang anti kebebasan
bermadzhab, anti maulid Nabi, anti ziarah makam, dan lain sebagainya. Bahkan
santer terdengar berita makam Nabi Muhammad Saw. pun berencana digusur!
Bagi para kiai pesantren, pembaruan adalah
suatu keharusan. K.H. Hasyim Asy'ari juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima
gagasan para kaum modernis untuk menghimbau umat Islam kembali pada ajaran
Islam 'multi'. Namun Kiai Hasyim tidak bisa menerima pemikiran mereka yang
meminta umat Islam melepaskan din i dari sistem bermadzhab.
Di samping itu, karena ide pembaruan dilalcukan
dengan cara melecehkan, merendahkan dan membodoh-bodohkan, maim para ulama
pesantren menolaknya. Bagi mereka, pembaruan tetap dibutuhkan, namun tidak
dengan meninggalkan Ichazanah keilmuan yang sudah ada dan masih relevan. Karena
latar balakang yang mendesak itulah alchirnya Jam'iyah
Nandlatul Ulama
didirikan.
Pendiri resminya adalah Hadratus Syeikh K.H. M.
Hasyim Asy'ari, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek dan motor penggerak actalah K H Abdul
Wahab Hasbullah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang.
Kiai Wahab adalah salah seorang murid utama Kiai Hasyim. Ia lincah, enerjik dan
banyak akal.
Susunan
Pengurus PBNU yang pertama (1926):
Syuriah:
Rais Akbar : K.H. M. Hasyim Asy'ari (Jombang)
Wakil Rais Akbar : K.H. Dahlan Ahyad, Kebondalem (Surabaya)
Katib Awal : K.H. Abdul Wahab Hasbullah (Jombang)
Katib Tsani : K.H. Abdul Chalim (Cirebon)
A'wan : K.H. Mas Alwi Abdul Aziz (Surabaya)
K.H. Ridwan Abdullah (Surabaya) K.H. Said (Surabaya)
K.H. Bisri Syansuri (Jombang)
K.H. Abdullah Ubaid (Surabaya)
K.H. Nahrowi (Malang)
K H Amin (Surabaya)
K.H. Masjkuri (Lasem)
K.H. Nahrowi (Surabaya)
Mustasyar : K.H. R. Asnawi (Kudus)
K.H. Ridwan (Semarang)
K.H. Mas Nawawi, Sidogiri (Pasuruan) K.H. Doro
Muntoho (Bangkalan)
Syeikh Ahmad Ghonaim al-Misri (Mesir) K.H. R.
Hambali (Kudus)
Tanfidziyah:
Ketua : H. Hasan Gipo (Surabaya)
Penulis : M. Sidiq Sugeng Judodiwirjo
(Pemalang)
Bendahara : H. Burhan (Gresik)
Pembantu : H. Soleh Sjamil (Surabaya) H. Ichsan
(Surabaya)
H. Dja'far Alwan (Surabaya) H. Usman (Surabaya)
H. Ahzab (Surabaya) H. Nawawi (Surabaya) H. Dachlan (Surabaya) H. Mangun
(Surabaya)
Organisasi
Nandlatul Ulama didirikan dengan
tujuan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam
Ahlussunnah Waljamaah dengan menganut salah satu dari empat madzhab (Hanafi,
Maliki, Syafi'i dan Hambali).
Bahkan dalam Anggaran Dasar yang pertama (1927)
dinyatakan bahwa organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kesetiaan kaum
muslimin pada salah saw madzhab empat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kala
itu antara lain:
1.
Memperkuat persatuan ulama yang masih setia
kepada madzhab.
2.
Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis lcitab
yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam.
3.
Penyebaran ajaran Islam yang sesuai dengan
tuntunan madzhab empat.
4.
Memperluas jumlah madrasah dan memperbailci
organisasinya.
5.
Membantu pembangunan masjid-masjid, langgar dan
pondok pesantren.
6.
Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir
mislcin.
Dalam
Pasal 3 Statuten Perkumpulan NU (1933) disebutkan:
"Mengadakan perhubungan di antara
ulama-ulama yang bermadzhab, memeriksa kitab-kitab apakah itu dari kitab
Ahlussunnah Waljamaah atau kitab-kitab ahli bid'ah, menyiarkan agama Islam
dengan cara apa saja yang halal; berikhtiar memperbanyak madrasah, masjid,
surau dan pondok pesantren, begitu juga dengan hal ichwalnya anak yatim dan
orang-orang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan
pertanian, perniagaan, yang tidak dilarang oleh syara' agama
B.
Perangkat
Dalam
menjalankan programnya,
NU mempunyai tiga perangkat organisasi:
1.
BADAN OTONONI, disingkat Banom, ada1ah
perangkat organisasi yang bcrfungsi me1aksanakan kebijakan yang berkaitan
dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
NU
mempunyai 10 Banom, yaitu:
a.
Jam'iyah Ah1i Thariqah Al-Mu'tabarah
An-Nand1iyah
Membantu
melaksanakan kebijakan pada pengikut tarekat yang mu'tabar di lingkungan NU,
serta membina dan mengembangkan seni hadrah.
b.
Jam'iyatul Qurra Wal Huffazh, disingkat JQH
Melaksanakan
kebijakan pada kelompok qari/qariah dan hafizh/hafizhah.
c.
Muslimat
Me1aksanakan
kebijakan pada anggota perempuan NU.
d.
Fatayat
MeIaksanakan
kcbijakan pada anggota perempuan muda NU.
e. Gerakan
Pemuda Ansor, disingkat GP Ansor
Me1aksanakan
kebijakan pada anggota pemuda
NU. GP Ansor menaungi Banscr (Barisan Ansor
Serbaguna) yang menjadi salah satu unit bidang garapnya.
MeIaksanakan
kebijakan pada pe1ajar 1aki-laki dan santri laki-laki. IPNU menaungi CBP (Corp
Brigade Pembangunan), semacam satgas khususnya.
Me1aksanakan
kebijakan pada pe1ajar percmpuan dan santri perempuan.
Membantu
melaksanakan kcbijakan pada ke1ompok sarjana dan kaum intelektual.
i.
Sarikat Buruh Mus1imin Indonesia, disingkat Sarbumusi
Melaksanakan
kebijakan di bidang kesejahteraan dan pengembangan ketenagakerjaan.
j.
Pagar Nusa
Melaksanakan
kebijakan pada pengembangan seni beladiri.
2.
LAJNAH adalah perangkat organisasi untuk
melaksanakan program yang memerlukan penanganan khusu.s.
NU
mempunyai dua lajnah, yaitu:
a. Lajnah
Falakiyah.
Bertugas
mengurus masalah hisab dan rukyah, serta pengembangan ilmu falak.
b. Lajnah
Ta'lif Wan Nasyr, disingkat LTN.
Bertugas
mengembangkan pcnulisan, penerjcmahan dan penerbitan kitab/buku, serta media informasi
menurut faham Ahlussunnah Waljamaah.
3.
LEMBAGA adalah perangkat departementasi
organisasi yang berfungsi scbagai pelaksana kcbijakan, bcrkaitan dengan suatu
bidang tertcntu.
NU
mempunyai 14 lembaga, yaitu:
a. Lembaga
Dakwah, disingkat LDNU.
Melaksanakan
kebijakan di bidang pengembangan dakwah agama Islam yang menganut faham
Ahlussunnah Waljamaah.
b. Lembaga
Pendidikan Ma'arif, disingkat LP Ma'arif NU. Melalcsanakan kcbijakan di bidang
pendidikan dan pengajaran formal.
c. Rabithah
Ma'ahid al-Islamiyah, disingkat RMI. Melaksanakan kcbijakan di bidang
pengembangan pondok pesantren.
d. Lembaga
Perekonomian, disingkat LPNU.
Melaksanakan
kebijakan di bidang pengembangan ekonomi warga.
e. Lembaga
Pengembangan Pertanian, disingkat LP2NU Melaksanakan kcbijakan di bidang pcngembangan
pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
f. Lembaga Kemaslahatan Kcluarga, disingkat
LKKNU.
Antologi
NUMelaksanakan kebijakan di bidang kcsejahtcraan keluarga, sosial dan
kependudukan.
g. Lembaga
Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, disingkat Lakpesdam.
Mclaksanakan
kcbijakan di bidang pengkajian dan pcngembangan sumbcrdaya manusia.
h. Lembaga
Penyuluhan dan Bantuan Hukum, disngkat LPBHNU.
Melaksanakan
penyuluhan dan pemberian bantuan hukum.
i. Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia,
disingkat Lesbumi.
Melaksanakan
kebijakan di bidang pengembangan seni dan budaya.
j. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah,
disingkat LAZISNU.
Bertugas
menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat, infaq dan shadaqah.
k. Lembaga
Waqaf dan Pertanahan, disingkat LWPNU. Mengurus, mengelola scrta mengembangkan
tanah dan bangunan, serta harta benda wakaf lainnya milik NU.
l. Lembaga
Bahtsul Masail, disingkat LBM.
Membahas
dan memecahkan masalah-masalah yang maudlu'iyah (tematik) dan waqi
iyah (aktual) yang memerlukan kepastian hukum.
m. Lcmbaga
Ta'mir Masjid Indonesia, disingkat LTMI.
Melaksanakan
kcbijakan di bidang pengembangan dan pemberdayaan masjid.
n. Lembaga
Pelayanan Keschatan, disingkat LPKNU.
Melaksanakan kebijakan di bidang kesehatan.
C.
Bahtsul
Masail
NU dalam
struktur organisasinya memiliki suatu Lembaga Bahtsul Masail (LBM). Sesuai
dengan namanya, Bahtsul Masail, yang berarti pengkajian terhadap
masalah-masalah agama, LBM berfungsi scbagai forum pengkajian hukum yang
membahas berbagai masalah keagamaan.
Tugas LBM
adalah menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang menuntut
kepastian hukum. Oleh lcarena itu lembaga ini merupakan bagian terpenting dalam
organisasi NU, sebagai forum diskusi alim ulama (Syuriah) dalam menetapkan
hukum suatu masalah yang keputusannya merupakan fatwa dan berfu.ngsi scbagai
bimbingan bagi warga NU dalam mengamalkan agama sesuai dengan paham Ahlussunnah
Waljamaah.
Mekanisme
kerjanya, seinua masalah yang masuk ke lembaga ini diinventarisir, kemudian
disebarkan ke seluruh ulama, anggota Syuriah dan para pengasuh pondok pesantren
yang ada di bawah naungan NU. Selanjutnya para ulama melakukan penelitian
terhadap
masalah
itu dan dicarikan rujukan dad pendapat-pendapat ulama madzhab melalui kitab
kuning (klasik). Selanjutnya mereka bertemu dalam satu forum untuk saling
beradu argumen dan dalil rujukan. Dalam forum ini seringkali mereka harus
berdebat keras mempertahankan dalil yang dibawanya, sampai akhirnya ditemukan
dasar yang paling kuat. Barulah ketetapan hukum itu diambil bersama.
Pada
umumnya rujukan itu mengikuti pendapat Imam Syafiti, karena madzhab ini paling
banyak diikuti kaum muslimin dan lebih sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan
geografis Indonesia. Jika pendapat Imam Syafiti tidak tersedia, maka pendapat
ulama yang lain diambil, sejauh masih dalam lingkungan madzhab yang empat
(Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi). Meskipun semua dasar selalu merujuk pada
pendapat para ulama pendahulu, namun kondisi masyarakat selalu dijadikan
pertimbangan dalam penerapannya.
K.H. Syansuri
Badawi, salah seorang kiai NU, mengatakan bahwa ijtihad yang dilakukan para
ulama NU dalam Bahtsul Masail adalah bentuk qiyas. Tetapi ijtihad yang seperti
itu dilakukan sejauh tidak ada qaul (pendapat) para ulama yang dapat
menjelaskan masalah itu. Qiyas dilakukan sejauh tidak bertentangan dengan
al-Quran dan al-Hadits. Hal ini sejalan dengan pendapat Imam Syafi'i bahwa
ijtihad itu adalah qiyas.
Ketika
menghadapi masalah serius kekinian yang di masa lalu peristiwa itu belum pernah
terjadi, LBM selalu meminta penjelasan terlebih dahulu kepada para ahlinya. Di
saat akan menjatuhkan hukum asuransi, LBM mengundang para pralctisi asuransi.
Begitu juga ketika akan membahas operasi kelamin, LBM juga mengundang mereka
yang terkait dengan masalah itu, seperti waria yang akan melakukan operasi,
dokter yang akan menangani dan juga psikolog. Bahkan ketika akan membahas
praktek jual beli emas sistem berantai gaya Gold Quest, LBM mengundang kepala
perwalcilan Gold Quest untuk wilayah Asia. Mereka pun datang dan menjelaskan
seluk-beluk bisnis itu secara terbuka di depan para ulama. Setelah kasusnya
jelas, barulah dikaji lewat lcitab lcuning.
D.
Pagar
Nusa
Salah
satu badan otonom NU yang bertugas menggali, mengembangkan dan melestarikan
pencak silat. Segala kegiatan yang berhubungan dengan pencak silat dan bela dini
dengan segenap aspelcnya (dari fisik sampai mental, dari pendidikan sampai
pengamanan, dan lain sebagainya) merupalcan bidang garap Banom
Pagar
Nusa didirikan pada tanggal 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri,
Jawa Timur. Nama Pagar Nusa diciptakan oleh K.H. Mujib Ridwan (putra K.H.
Ridwan Abdullah, penemu lambang NU), yang berarti pagar NU dan bangsa.
Makna
Lambang:
a) Bingkai
segi lima: rukum Islam, azas Pancasila.
b) Dikelilingi
tiga garis: iman, Islam dan ihsan.
c) Dasar
Hijau: kesuburan dan kejujuran
d) Warna
lambang dan tulisan putih: suci
e) Bola
dunia: induk organisasi NU
f)
Bintang sembilan: induk organisasi NU,
penghormatan kepada Walisongo, mubaligh dan penyebar agama Islam di Indonesia.
Sembilan merupakan angka terbesar
g)
Trisula/Cabang: lambang kekhususan pencak silat
h)
Tulisan nama: lembaga pencak silat
i)
Tulisan Arab: tidak ada kemenangan kecuali
dengan pertolongan Allah Swt. Melambangkan kesederhanaan, tidak takabur.
Struktur Kepengurusan Tingkat Pusat:
1.
Dewan Guru Besar Khos, yaitu ulama-ulama sepuh
yang sangat mumpuni baik lahir maupun batin untuk menjadi rujukan terakhir bagi
keputusan-kcputusan penting dan merupakan dukungan utama Pagar Nusa.
2.
Dewan Guru Khos, yaitu ulama-ulama sepuh yang
mumpuni lahir dan batin yang menjadi sumber secara langsung dalam memberi
masukan bagi kemajuan dan kesuksesan Pagar Nusa.
3.
Dewan Khos, merupakan motor penggerak dan dapur
organisasi yang menggali, menggodok dan merumuskan segala yang berkaitan dengan
peneak silat dan bela dini untuk kemudian disosialisasikan di tingkat
kepengurusan dan operasional.
Dewan
ini juga merupakan jembatan penghubung langsung antara orang-orang khusus
(Khos) dengan kepengurusan operasional.
4.
Pasukan Khos, adalah orang-orang khusus yang
memiliki keahlian tertentu dan terjun langsung ke lapangan.
5.
Pasukan Inti (PASTI), adalah salah satu pasukan
yang dibentuk dengan kualifikasi tertentu guna memenuhi kebutuhan dalam
kaitannya dengan keorganisasian dan kemasyarakatan. Materi Pencak Silat:
a)
Fisik Baku, terdiri dari: gerak dasar (putih),
paket kanakkanak/setingkat TK (kuning), paket I A&B/setingkat SD (merah),
paket II A&B/setingkat SMP (coklat), paket III A&B/setingkat SMA
(biru), paket bela diri/setingkat perguruan tinggi (hitam)
Pencapaian
jurus baku menjadi tolok ukur tingkatan jenjang latihan. Warna dasar badge pada
sabuk tingkatan menyesuaikan dengan perjenjangan tersebut.
Pendalaman
bisa dilakukan dalam empat aspek: seni (festival, lomba, dan lain-lain); bela
dini (terapan, keamanan, dan lain- lain); olah raga (pertandingan, senam
massal, dan lain-lain); kesehatan (pijat, pemapasan, pengobatan, dan
lain-lain).
b)
Non Fisik Baku, terdiri dari: ijazah, juru.s
Asmaul Husna dan jurus Taqarub.
Pendalaman
bisa berbentuk pengisian badan langsung (instan), pengisian bertahap sesuai
dengan jurus, pengisian barang, pengobatan non fisik, atralcsi, ijazahan, doa,
dan lain sebagainya.
c)
Permainan senjata
Pagar
Nusa mengajarkan permainan seluruh senjata, mulai dari celurit, keris, pedang,
tombak, golok, trisula, tongkat, dan lain sebagainya. Bahkan pada sarana-sarana
lain yang bisa dimanfaatkan sebagai senjata, semisal sarung, dan lain-lain.
Dalam
pengajaran Silat Asma' pada akhirnya akan bisa dimanfaatkan untuk pertahanan,
serangan dengan pukulan jarak jauh dan bisa juga untuk pengobatan.
Pagar
Nusa juga memiliki `ilmu simpanan' yang berupa atraksi mendebarkan, di
antaranya panjat tangga pedang, silat di atas
beling
(pecahan kaca), silat di atas api, menggoreng telor di kepala, dilindas mobil,
menarik mobil dengan rambut, dan lain sebagainya.
E.
Shalawat
Badar
Adalah "Lagu Wajib" Nandlatul Ulama.
Berisi puji-pujian kepada Rasulullah Saw. dan Ahli Badar (para Shahabat yang
mati syahid dalam Perang Badar). Berbentuk syair, dinyanyikan dengan lagu yang
khas.
Shalawat Badar digubah oleh Kiai Ali Mansur,
salah seorang cucu dari K.H. Muhammad Siddiq Jember tahun 1960. Kiai Ali Mansur
saat itu menjabat Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi, sekaligus menjadi
Ketua PCNU di tempat yang sama. Proses terciptanya shalawat ini penuh dengan
misteri dan teka-teki.
Konon, pada suatu malam, ia tidak bisa tidur.
Hatinya merasa gelisah karena terus-menerus mernikirkan situasi politik yang
semalcin tidak mcnguntungkan NU. Orang-orang PKI semakin leluasa mendominasi
kekuasaan dan berani membunuh lciai-lciai di pedesaan. Karena memang kiailah
pesaing utama PKI di tempat itu.
Sambil merenung, Kiai Ali terus memainkan
penanya di atas kertas, menulis syair-syair dalam Bahasa Arab. Dia memang
dikenal mahir membuat syair sejak masih belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri.
Kegelisahan Kiai Ali berbaur dengan rasa heran,
karena malam sebelumnya dia bermimpi didatangi para habib berjubah putih-hijau.
Semakin mengherankan lagi, karena pada saat yang sama istrinya mimpi bertemu
Rasulullah Saw. Keesokan harinya mimpi itu ditanyakan pada Habib Hadi al-Haddar
Banyuwangi. Habib Hadi menjawab: "Itu Ahli Badar, ya Akhi!". Kedua
mimpi aneh dan terjadi secara bersamaan itulah yang mendorong dirinya menulis
syair, yang kemudian dikenal dengan Shalawat Badar.
Keheranan muncul lagi karena keesokan harinya
banyak tetangga yang datang ke rumahnya sambil membawa beras, daging, dan lain
sebagainya, layaknya akan mendatangi orang yang akan punya hajat mantu. Mereka
bcrcerita, bahwa path pa-pagi buta pintu rumah merelca didatangi orang berjubah
putih yang memberitahukan di rumah Kiai Ali Mansur akan ada kegiatanbesar.
Mereka diminta membantu. Maka mereka pun membantu sesuai dengan kemampuannya.
"Siapa orang berjubah putih itu?"
Pertanyaan itu terus mengiang dalam benak Kiai Ali tanpa jawab. Namun malam itu
banyak orang bekerja di dapur untuk menyambut kedatangan tamu, yang mercka
sendiri tidak tahu siapa, dari mana dan untuk apa.
Menjelang matahari terbit, serombongan habib
berjubah putihhijau dipimpin Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi dari Kwitang,
Jakarta, datang ke r amah Kiai Ali Mansur. "Alhamdulillah.....," ucap
Kiai Ali ketika melihat rombongan yang datang adalah para habib yang sangat dihormati
keluarganya.
Setelah berbincang basa-basi sebagai pengantar,
membahas perkembangan PKI dan kondisi politik nasional yang semakin tidak
menguntungkan, Habib Ali menanyakan topik lain yang tidak diduga oleh Kiai Ali:
"Ya Akhi! Mana syiir yang Ente buat kemarin? Tolong Ente bacakan dan
lagukan di hadapan kami-kami ii!". Tentu saja Kiai Ali terkejut, sebab
Habib Ali tahu apa yang dikerjakannya semalam. Namun ia memaklumi, mungkin
itulah karamah yang diberikan Allah kepadanya. Sebab dalam dunia kewalian,
pemandangan seperti itu bukanlah perkara yang aneh dan perlu dicurigai.
Segera saja Kiai Ali mengambil kertas yang
berisi Shalawat Badar hasil gubahannya semalam, lalu melagukannya di hadapan
mereka. Secara kebetulan Kiai Ali juga memiliki suara yang bagus. Di tengah
alunan suara Shalawat Badar itu para habib mendengarkannya dengan khusyuk. Tak
lama kemudian mereka meneteskan air mata karena haru.
Selesai mendengarkan Shalawat Badar yang
dikumandangkan Kiai Ali Mansur, Habib Ali segera bangkit.
|
Add caption |
"Ya Akhi! Mari kita perangi Genjer-Genjer
PKI itu dengan Shalawat Badar!" serunya dengan nada mantap. Setelah Habib
Ali memimpin doa, lalu rombongan itu memohon din. Sejak saat itu terkenallah
Shalawat Badar sebagai bacaan warga NU untuk membangkitkan semangat melawan
orang-orang PKI.
Untuk lebih rnempopulerkannya, Habib Ali
mengundang para habib dan ulama (termasu.k Kiai Ali Mansur dan K.H. Ahmad
Qusyairi, paman Kiai Ali Mansur) ke JI. Kwitang, Jakarta. Di forum istimewa
itulah Shalawat Badar dikumandangkan secara luas oleh Kiai Ali Mansur.
F.
Walisongo
Kaum muslimin di Indonesia path umumnya yalcin
bahwa tersebarnya agama Warn di tanah Jawa adalahberkat kegigihan, keuletan dan
kesabaran Walisongo, atau sembilan orang wali.
Sebutan "wali" sebcnarnya adalah singkatan
dari waliyullah, yakni orang yang bcrolch limpahan karunia dari Allah Swt.,
karena ketinggian mutu ketakwaan mereka kcpada Allah Swt. dan kemantapan mercka
dalam mengabdikan seluruh hidupnya demi kebesaran Allah dan mengharap
keridhaan-Nya.
Kesembilan
orang wali itu adalah:
1.
Maulana Malik Ibrahim, disebut juga Maulana
Maghribi atau Sycikh Maghribi. Keturunan Alawiyin asal Gujarat, India. Ada yang
mengatakan bcrasal dari Negeri Persia, Iran. Wafat tahun 882 H/1419 M,
dimakamkan di kota Gresik.
- Sunan
Ampel. Nama aslinya Radcn Rahmat. Sepupu Maulana Malik Ibrahim. Lahir
sekitar tahun 1381 M di Campa (salah satu dacrah di Kamboja, tapi ada juga
yang mengatakan di daerah Aceh yang sekarang dikcnal dengan nama Jeumpa).
Wafat tahun 940 H/1425 M dan jenazahnya dimakamkan di claerah Ampel,
Surabaya.
- Sunan
Bonang. Nama aslinya Raden Maulana Makhdum Ibrahim. Putera Sunan Ampel.
Lahir tahun 1465 M di Surabaya dan wafat tahun 1524 M, dimakamkan di kota
Tuban.
- Sunan
Giri. Nama aslinya Raden Palcu Syarif Muhammad Ainul Yaqin bin Malchdum
Ishaq. Wafat tahun 1035 H, dimakamkan di Gin, Gresik.
- Sunan
Drajat. Nama aslinya Maulana Syarifuddin. Putra Sunan Ampel. Makamnya
berada di Paciran, Lamongan.
- Sunan
Kalijaga. Nama aslinya Raden Mas Sahid. Berasal dari suku Jawa ash. Putera
Ki Tumenggung Wilwatikta, Bupati Tuban. Makamnya di Kadilangu, Demak.
- Sunan
Kudus. Nama aslinya Syeilch Jakfar Shadiq. Makamnya di Kabupatcn Kudus.
- Sunan
Muria. Nama aslinya Raden Prawoto dan Raden Umar Said. Dimakamnkan di
gunung Muria, sekitar 18 kilometer dari Kudus.
- Sunan
Gunungjati. Nama aslinya Syarif Hidayatullah, tcrkenal juga dengan nama
Fatahillah atau Faletehan. Wafat tahun 1570 M dimakamkan di Cirebon.
Nama besar Walisongo identik dengan kaum
Nandliyin. Dalam logo NU terdapat sembilan bintang (empat di bawah dan lima di
atas tulisan Nandlatul Ulama), melambangkan Walisongo.
Selain itu gaya berdakwah Nandliyin juga banyak
kemiripan dengan mereka, yakni mengandalkan pcndekatan persuasif, memanfaatkan
kearifan budaya lokal, menggunakan sarana wayang, tembang-tembang syi'iran, dan
lain sebagainya.
Sampai sekarang masih banyak orang NU yang
mcnggunakan nama Walisongo sebagai nama yayasan pcndidikan, nama sekolah,
pesantren, grup musik, dan lain sebagainya. Semua itu dimaksudkan sebagai
tafaYulan (bcrharap berkah) dari perjuangan dan nama besar yang telah mereka
berikan.
G.
Ridwan
Abdullah, K.H.
Penem.0
Lambang NU
[Sejak terjun dalam organisasi, Kiai Ridwan
terpaksa mengurangi kesibukannya mengurus ekonomi. Dulu ia punya toko kain di
17. Kramat Gantung sekaligus tailor Toko itu kemudian diserahkan kepada
adiknya.
Rumah milik mertuanya di Bubutan juga
diserahkan untuk kepentingan NU. Lantai bawah untuk percetakan NU, sedangkan
lantai atas dipakai untuk sekretariat dan ruang pertemuan.
Setiap ada anak mau berangkat mondok dan sowan
kepadanya, selain diberi nasehat dan wejangan, juga tidak ketinggalan diberikan
uang saku untuk bekal. Padahal sesungguhnya dia sendiri jarang punya uang
banyak]
Kiai Ridwan lahir tanggal 1 Januari 1884 di
Kampung Carikan, Mun-alun Contong, Bubutan, Surabaya.
Pendiciikan: SD jaman Belanda; Pesantren
Buntet, Cirebon; Siwalanpanji, Sidoarjo; Syaikhona Cholil Bangkalan. Tahun 1901
bermukim di Makkah selama 3 tahun, dan tahun 1911 kembali lagi untuk yang kedua
kalinya dan bermukim di sana selama satu tahun.
Pengabdian: Pada saat Nandlatul Wathan
didirikan di Surabaya (1916), Kiai Ridwan merupakan pendamping K.H. A. Wahab
Hasbullah, sekaligus mengajar di madrasah tersebut. Ia juga terlibat aktif dalam
kelompok diskusi Taswirul Afkar yang didirikan Kiai Wahab, K.H. Dahlan Ahyad
dan K.H. Mas Mansur.
Selain alim, ia juga pandai melukis. Karenanya
K.H. A. Wahab Hasbullah menyerahkan urusan lambang NU kepadanya. Waktu satu
setengah bulan belumlah cukup baginya untuk mendapatkan inspirasi yang sesuai
dengan keyalcinan hati. Jalan yang lain ditempuh. Dia meladcukan shalat
istikharah untuk meminta petunjuk langsung dari Allah.
Lambang NU itu pun ditemukan: burni dikelilingi
tampar yang mengikat, untaian tampar berjumlah 99, lima bintang di atas bumi
(yang tengah berukuran paling besar), dan empat bintang di bawah bumi.
Sedangkan tulisan Nandlatul Ulama dalam huruf Arab dan Latin adalah tambahan
dari Kiai Ridwan sendiri agar lebih sempurna.
Kiai Ridwan adalah salah seorang A'wan Syuriah
HBNO (PBNU) periode pertama. Pengabdiannya di NU tidak setengah-setengah.
Bahkan rumahnya ditempati penandatanganan berdirinya NU, 16 Rajab 1344 H.
Ketika Muktamar di Menes, Banten (1938), ia menjadi utusan PCNU Surabaya mewakili
Syuriah dan K.H. Abdullah Ubaid mewakili Tanfidziyah.
Ketika terjadi clash 11 (1948), dia bergabung
dengan pasukan Sabilillah pimpinan K.H. Masjkur, turut berperang menghadapi
kaum kolonial. Hasil pemilu 1955 menjadikan dirinya salah seorang anggota konstituante.
Kiai Ridwan wafat pada tahun 1962, dimakamkan di pemakaman Islam Tembok,
Surabaya.
Di antara wasiat yang disampaikan pada
anak-analcnya: "Jangan takut tidak makan kalau berjuang mengurus NU.
Yakinlah! Kalau sampai tidak makan, komplainlah aku, jika aku masih hidup. Tapi
kalau aku sudah mati, maka tagihlah ke batu nisanlcu!"
H.
Wahab
Hasbuyllah, K.H. A.
Motor'-
Utama Berdirinya NU
[Suatu ketika, dia kebagian waktu maju dalam
sidang parlemen. Sebelum maju, dia membetulkan sorbannya terlebih dulu. Pada
saat itulah ada suara usil nyeletuk, "Tanpa sorban kenapa sih!"
Secara reflek Kiai Wahab membalas, "Sorban Diponegoro!" sambil
menunjuk ke arah sorbannya.
Ketika di podium, sambil menunjuk ke arah
sorbannya lagi, dia melanjutkan kalimatnya yang sempat toputus: "Pangeran
Diponegoro, Kiai Mojo, Imam Bonjol, Tengku Umar, semuanya pakai sorban!"
Karuan saja ruang sidang itu dipenuhi tawa
anggota parlemen]
Kiai Wahab lahir path bulan Maret 1888 di
Tambakberas, Jombang.
Pendidikan: Selama 20 tahun Kiai Wahab
mendalami agama di berbagai pesantren. Pernah belajar di Langitan, Tuban;
Mojosari, Nganjuk; Tawangsari, Sepanjang; Branggahan, Kediri; Syaikhona Cholil,
Bangkalan; Tebuireng, Jombang; dan Makkah Mukarramah.
Pengalarnan: Mendirikan Sarekat Islam cabang Makkah
(1914). Mendirikan perguruan pendidikan di kampung Kawatan Gg IV Surabaya
dengan nama Nandlatul Wathan (1916). Mendirikan sebuah kelompok diskusi
Taswirul Afkar, dan selanjutnya perkumpulan itu dinailckan statusnya, dari
sebuah kelompok diskusi anak-anak muda menjadi sebuah sekolah. Namanya tetap,
Madrasah Taswirul Afkar, terletak di kawasan Ampel Suci tahun 1918.
Kiai Wahab adalah tokoh yang sangat dinamis,
lincah, pantang menyerah dan banyak akal. Ia bisa bergaul dengan berbagai macam
tokoh pergerakan. Sebagai ketua Cabang SI Makkah, dia banyak
berhubungan dengan H.O.S Cokroaminoto yang
pemilcirannya banyak mengarah pada politik. Di Madrasah Nandlatul Wathan bisa
bergaul dengan K.H. Mas Mansur yang tokoh Muhammadiyah. Dan di Taswirul At-kw
bisa cocok dengan K.H:Ahmad Dahlan Ahjad, tokoh NU yang belakangan dilcenal
sebagai salah satu pendiri MIAI.
Tahun 1925, Kiai Wahab bersama dengan Syeilch
Ghonaim AlMisri dan K. H. Dahlan Abdul Qohar (mahasiswa NU yang tinggal di
Makkah), menemui Raja Ibnu Saud di Makkah sebagai utusan jam'iyah Nandlatul
Ulama Indonesia. Tim yang dikenal dengan sebutan Komite Hijaz ini bertujuan
melobi pemerintah Kerajaan Arab Saudi, agar ajaran bermadzhab tetap dijamin di
Tanah Haram. Misi itu berhasil diemban dengan baik. Raja Saud menyetujui
permintaan itu.
Kiai Wahab pula yang memprakarsai adanya
tradisi jurnalistik di Icalangan NU dengan mendirikan majalah tengah bulanan
ScearaNandatoel Oelama. Majalah itu dipimpin langsung oleh Kiai Wahab sendiri
dari Surabaya dan mampu bertahan hingga 7 tahun lamanya. Kelak, majalah itu
berganti nama menjadi Berita Nandlatoel Oelama ketika dipimpin olch K.H.
Machfudz Siddiq dan Abdullah Ubaid sebagai waldlnya.
Ketika ANO(cikal bakal Ansor) mulai
memperkenalkan seragam barunya dalam Muktamar Menes, Banten (1938), para kiai
tua memberikan penolakan yang luar biasa. Sebab seragam yang dipakai adalah
celana panjang, dasi, kopiah dan tanda bintang di pundak. Persoalan dasi itulah
yang utama, karena dinilai meniru busana orang kafir. Di sisi lain ada usulan
agar kongres ANO digabung saja bersama Muktamar NU. Ganti usulan itu ditolak
ANO, mengingat NU belum sepenuhnya menerima kehadiran ANO. Benturan antara
golongan tua dan golongan muda semakin sengit. Sama-sama nelcadnya.
Pada saat itulah Kiai Wahab diminta nasehatnya
menengahi masalah itu. Kiai Wahab berdiri dalam forum menyampaikan nasehatnya:
"Soal tidak setujunya kaum tua terhadap
ANO, tidak boleh dibiarkan berlangsung terus. Sebab, kalau dibiarkan tak akan
ada habisnya. Ada contoh menarik tentang in Dulu, para Sahabat Rasulullah Saw.
sewalctu berperang melawan orang-orang Persi, masing-masing pihak tak ada yang
berani memulai peperangan in Kenapa? Karena kuda para Sahabat belum pernah
mengenal gajah yang menjadi
kendaraan perang orang Persi. Sehingga, ketika
perang akan dimulai, lcuda-lcuda tunggangan itu berbalik. Begitu juga gajah
orang-orang Persi. Keduanya sama-sama takut, karena belum saling mengenal saja.
Tapi, setelah para Sahabat membeli gajah,
kemudian dikenalkan pada kuda-kuda yang terlatih untuk perang itu, maka
lama-lama kuda tak takut lagi. Setelah itu, mereka berangkat perang dan
berhasil menaldukkan orang Persi."
Dengan nasehat yang jitu dari Kiai Wahab,
rukunlah kedua kelompok itu. Akhirnya mereka sepakat untuk menggabungkan
Kongres ANO dengan Muktamar NU. -
Pengabdian: Penggagas berdirinya jam'iyah NU
bersama K.H. M. Hasyim Asy'ari, 1926. Menjabat Katib Aam PBNU saat NU pertama
kali didirikan dengan K.H. M. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbarnya. Di saat
K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Machfudz Siddiq, keduanya atas nama Rais Akbar dan
Ketua PBNU dipenjara Tentara Pendudukan Jepang, Kiai Wahab tampil mengambil
alih kepemimpinan dengan menyebut dirinya Ketua Akbar (1942). Di saat keduanya
dilepaskan Tentara Pendudukan Jepang, posisi itu diserahkan pada mereka.
Sepeninggal Hadratus Syeikh (1947) jabatan Rais
Akbar ditiadakan, diganti menjadi Rais Aam, dengan Kiai Wahab sebagai orang
pertama yang mendudulci posisi itu hingga wafatnya (1971). Sedangkan K.H. Bisri
Syansuri (adik iparnya) menjadi wakilnya. Ketika Kiai Wahab wafat, posisinya
digantikan Kiai Bisri.
Kiai Wahab memang dikenal jago debat. Dalam
suatu pertemuan Rais Syuriah PBNU, Kiai Wahab pethenthengan (berdebat sengit)
dengan K.H. Bisri Syansuri membahas sebuah yayasan di Semarang yang mengurusi
ibadah haji. Kiai Bisri menyatakan tidak boleh menurut fiqih, sedangkan Kiai
Wahab membolehkannya. Sampai akhirnya Kiai Wahab mengatakan, "Pekih iku
nek rupek yo diokehokeh" (fiqih itu kalau sempit ya diusahakan longgar).
Terdengar gurauan, tapi sebenarnya menyimpan malcna filosofi yang tinggi.
Kiai Wahab pernah menjadi anggota BP KNIP,
anggota konstituante, berkali-kali menjadi anggota DPR dan juga anggota DPA.
Kiai Wahab wafat pada hari Rabu 12 Dzulqa'dah
1391 H/29 Desember 1971 M dalam usia 83 tahun, dimakamkan di Pemakaman Keluarga
Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang.