DEFINISI DAN SYARATNYA
Berdasarkan
istqra’ (penulisan empiris) dan nash-nas al Qur’an maupun hadits diketahui
bahwa ukum-hukum syaria’at islam mencakup diantaranya pertimbangan kemaslahatan
manusia. Allah SWT berfirman:
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
Artinya:
dan Tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Maslahat ini
dapat ditangkap jelas oleh orang yang mempunyai mau berfikir (intelektual).
Meskipun bagi sebagian orang masih dirasa samara tau mereka berbeda pendapat
mengenai hakekat maslahat tersebut. Perbedaan persepsi tentang maslahat itu
sebenarnya bermula dari perbedaan kemampuan intelektualitas orang-perorangan
sehingga tidak diketemukan hakekat maslahat yang esensial yang terdapat dalam
hokum islam. Sebagaimana sebagian orang yag menganggap adanya ,maslahat tentang
diperbolehkannya mengambil “bunga” (tambahan atas pinjaman). Akibatnya,
kebolehan mengambil bunga itu dilakukan secara berlebihan (melampaui batas) dan menjadi gejala
fenomenal ditengah masyarakat. Mereka beranggapan bahwa bunga tidak termasuk
kedalam pengertian umum tentang riba yang diharamkan berdasarkan nash al
Qur’an.Makalah MURSALIH MURSALAH
Begitu pula
kemaslahatan mengenai ditetapkannya saksi hukuman jilid (dera) bagi pelaku zina
laki-laki dan perempuan. Ada lagi yang beranggapan bahwa kemaslahatan dalam
meminum arak (khamar) itu melebihi
kemadharatannya. Pandang-pandangan semacam itu adalah karena dipengaruhi oleh
pemikiran sekelompok orang yang berusaha melepaskan diri dari ikatan ajaran
keagamaan yang dianggap sempit, dan jadilah pemikiran mereka itu diperbudak
oleh kenyataan yang relative. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Maslahat yang
mu’tabarah (dapat diterima) ialah maslahat-maslahat yang bersifat hakiki, yaitu
meliputi lima jaminan dasar:
1.
Keselamatan
keyakinan agama
2.
Keselamatan
jiwa
3.
Keselamatan
akal
4.
Keselamatan
keluarga dan keturunan
5.
Keselamatan
harta benda
Kelima jaminan
dasar itu merupakan tiang penyangga dunia agar umat manusia dapat hidup aman
dan sejahtera. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Jaminan
keselamatan jiwa (Al-Muhafadzah ala an-nafs) ialah kjaminan keselamatan atas
hak hidup yang terhormat dan mulia, ternaksudnya jaminan keselamatan nyawa,
anggota badan dan terjaminya kehormatan kemanusiaan. Meliputi kebebasan memilih
profesi, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan berbicara, kebebasan
memilih tempat tinggal dan lain sebagainya. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Jaminan
keselamatan akal (al Muhafazah alal-‘Aql) ialah terjaminya akal pikiran dari
kerusakan yang menyebabkan orang yang
bersangkutan tak berguna ditengah-tangah masyarakat sumbar kejahatan atau bahkan
menjadi samapah masyarakat. Upaya pencegahan yang bersifat preventif yang
dilakukan syari’at islam yakni diharamkannya meminum arak dan segala sesuatu
yang memabukkan/menghilangkan daya ingatan adalah yang dimaksud kan untuk
menjamin kesehatan akal. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Jaminan
keselamatan keluarga dan keturunan (al Muhafazah alan-nasl) adalah jaminan
kelestarian populasi umat manusia agar tetap hidup dan berkembang sehat dan kokoh, baik pekerti serta agama. Hal itu
dapat dilakukan dengan cara berumah tangga. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Jaminan
keselamatan harta benda (al Muhafazah alal-mal), yaitu dengan meningkatkan
keyakinan secara proporsional melaluicara-cara yang halal, bukan adomisi
kehidupan perekonomian dengan cara yang lalim dan curang. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Jaminan
keselamatan agfama/kepercayaan (al Muhafazah alad-din) yaitu dengan menghindarkan
timbul fitnah dan keselamatan dalam agama serta mengantisipasi dorongan hawa
nafsu dan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada kerusakan secara penuh
karena allah SWT berfirrman:
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# (
s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4
Artinya:
tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Jika
kemaslahatan manusia adalah yang menjadi tujuan syari’ sesungguhnya hal itu
terkandung didalam keumuman syari’at dan hokum-hukum yang ditetapkan allah.
Dalam konteks kemaslahatan duniawi yang berhubungan dengan nash-nash syara’,
para ahli fiqh (fuqaha’) terbagi dalam ketiga golongan. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Golongan
pertama, berpegang teguh pada ketentuan nash, mereka yang dikenal dengan
julukan zhahiriyah ini tidak mau menerima dalil qiyas. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Golongan kedua,
mencari kemaslahatan dari nash yang diketahui tujuan dari ‘illatnya. Karenanya,
mereka mengqiaskan setiap kasus yang jelas mengandung suatu nasehat dengan
kasus lain yang jelas ada ketetapan nashnya dalam maslahat tersebut. Dengan
demikian, tidak ada maslahat yang dipandang mu’tabaroh (dapat diterima) kecuali
apabila dikuatkan oleh nash khas atau sumber hokum pokok (ashl) yang khas. Dan,
yang dijadikan ukuran untuk menyatakan suatu maslahat, ialah ‘ilat qiyas.
Golongan
ketiga, menetapkan setiap maslahat harus ditempatkan pada kerangka kemaslahatan
yang ditetapkan oleh syari’at islam, tapi sebagai dalil yang berdiri sendiri
dinamakan maslahat mursalah atau istishlah. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Maslahat
mursalah atau istishlah ialah maslahat-maslahat yang bersesuaian dengan tujuan
syari’at islam, dan tidak ditopang oleh sumber dalalil yang khusus, baik
bersifat melegitimasi atau membatralkan maslahat tersebut. .Makalah MURSALIH MURSALAH
imam malik dan
imam madzhab yang menggunakan dalil maslahat mursalah. Untuk menerapkan dalil
ini, ia harus mengajukan tiga syarat yang dapat difahami melalui definisi
diatas yaitu:
1.
Adanya
persesuaian antara maslahat yang dipandang sebagai sumber dalil yang berdiri
sendiri dengan tujuan-tujuan syari’at
(maqashid as-syari’ah) dengan adanya persyaratan ini, berarti maslahat tidak
boleh menegasikan sumber dalil yang lain, atau bertentangan dengan dalil yang
qat’iy. Akan tetapi harus sesuai dengan maslahat-maslahat yang memang ingin
diwujudkan oleh syari’ misalnya, jenis maslaht itu tidak asing, meskipun tidak
diperkuat dengan adanya dalil khas. .Makalah MURSALIH MURSALAH
2.
Maslahat
itu masuk akal (rationable). Mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan pemikiran
yang rasional, diman seandainya diajukan kepada kelompok rasional akan dapat
diterima. .Makalah MURSALIH MURSALAH
3.
Penggunaan
dalil maslahat ini adalah dalam rangka menghilangkan kesulitan yang mesti
terjadi (raf’u haraj lazim). daLam pengertian, seandainya maslahatyang dapat
diterima akal itu tidak diambil niscaya manusia akan mengalami kesulitan. .Makalah MURSALIH MURSALAH
Syarat-syarat
diatas adalah syarat-syarat yang masuk akal yang dapat mencegah penggunaan
sumber dalil ini (maslahat mursalahtersebut dari akarnya (menyimpan dari
essensinya) serta mencegah dari menjadikan nash-nash tunduk kepada hukum-hukum
yang dipengaruhi hawa nafsu dan syahwat dengan maslahat mursalah.
Sumber hokum ini (maslahat mursalah) termasuk sumber
hokum yang masih dipertentangkan diantara ulama ahli fiqh yakni, termasuk
golongan madzhab hanafy dan madzhab syafi’i. jika didalam suatu maslahat tidak
ditemukan nash yang bias dijadikan acuan qiyas maka maslaht tersebut dianggap
batal, tidak diterima. Imam malik dan golongan hambaly berpendapat bahwa
maslahat dapat diterima dan dijadikan sumber hukum selama memenuhi semua syarat-syarat
diatas. Sebab pada hakekatnya keberadaan maslahat adalah dalam rangka
merealisasikan maqasid as-syari’ (tujuan-tujuan syari’), meskipun secara
langsung tidak dapat nash yang menguatkan. .Makalah MURSALIH MURSALAH
KEHUJAHHAN MASHALIH MURSALAH
Golongan maliky
sebagai pembawa bendera maslahat mursalah, sebagaimana telah disebutkan,
mengemukakan tiga lasasan sebagai berikut:
1.
Praktek
sahabat yang telah menggunakan maslahat mursalah, diantaranya:
a.
Sahabat
mengumpulkan al qur’an kedalam beberapa mushaf.
b.
Khulafa
ar-rasyidun menetapkan keharusan
menanggung ganti rugi kepada para tukang. Sahabat Ali RA menjelaskan
bahwa melakukan asa diberlakukanganti rugi (memberi jaminan) disini adalah
maslaht. Ia berkata:
لاَيَصْلُحُ النَّا سَ اِلاَ ذَاكَ
Artinya: “masyarakat tidak akan menjadi baik kecuali dengan jalan
diterapkannya ketentuan tentang ganti rugi (jaminan)”
c.
Umar
bin khatab RA memerintahkan para penguasa (pegawai negeri) agar memisahkan
antara harta kekayaan pribadi dengan harta yang dipeoleh dari kekuasaannya.
Karena umar melihat bahwa dengan cara itu pegawai/penguasa dapat menunaikan
tugasnya dengan baik.
d.
Umar
bin khattab RA sengaja menumpahkan susu yang dicampur air guna memberi pelajaran kepada mereka yang
berbuat mencampur susu dengan air. Sikap umar itu tergolong dari sifat
maslahat, agar mereka tidak mengulangi
perbuatannya lagi, mencapur susu.
e.
Para
sahabat menetapkan hukuman mati kepada semua orang anggota kelompok (jama’ah)
lantaran membunuh satu orang jika mereka secara bersama-sama melakukan pembunuhan
alasanyua, orang yang dibunuh adalah ma’sum (terpelihara) darahnya, sementara
ia dibunuh dengan sengaja.
2.
Adanya
maslaha sesuai dengan maqasid as-syari’ (tujuan-tujuan syari’). Artinya dengan
mengambil maslahat berarti sama dengan merealisasikan maqasid as-syari’.
Sebaliknya mengesampingkan mslahat berarti mengesamingkan maqasid as-syari’.
Sedang mengesampingkan maqasid as-syari’ adalah batal
3.
Seandainya
maslahat tidak diambil pada setiap kasus yang jelas mengandung maslahat selama
berada dalam konteks maslahat-maslahat syar’iyyah, maka orang-orang mukallaf
akan mengalami kesulitan dan kesempitan.
Firman
Allah SWT lagi:
ßÌã ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãø9$# wur ßÌã ãNà6Î/ uô£ãèø9$#
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu”.
Demikianlah
alas an-alasan yang dikemukakan oleh imam malik
·
Alasan Ulama Yang Tidak Berhujjah Dengan Al Maslahah Al Mursalah
Sebagai ulama
umat islam berpendapat bahwa kemaslahatan umum itu tidak menjadi dasar
penetapan hokum, meskipun tidak ada saksi syara’ yang menyatakan dianggap atau
tidaknya kemaslahatan itu. .Makalah MURSALIH MURSALAH
1.
Syari’at
itu sudah mencakup seluruh kemaslahatan manusia, beik dengan nash-nashnya
maupun dengan apa yang ditunjukkan oleh qias. Karena syari’ tidak akan
membiarkan manusia dalam kesia-siaan dan tidak membiarkan kemaslahatan yang
manapun tanpa memberikan petunjuk pembentukan hokum untuk kemaslahatan itu.
Jadi tidak ada kemaslahatan tanpa ada saksi dari syari’ yang menunjukkan
anggapannya. Sedangkan kemaslahatan yang tidak ada saksi dari syari’ yang
menunjukkan anggapannya, pada hakikatnya
adalah bukan kemaslahatan, melainkan kemaslahatan semua yang tidak boleh
dijadikan dasar penetapan hokum.
2.
Penetapan
hokum berdasarkan kemaslahtan umum adalah membuka kesempatan hawa nafsu,
seperti para pemimpin, penguasa, ulama pemberi fatwa. Sebagian dari mereka
kadang-kadang dikalahkan oleh keinginan nafsunya dan keinginan, sehingga mereka menghayalkan
kerusakan sebagai kemaslahatan. Sedangkan kemaslahatan adalah suatu hal yang
relative, tergantung sudut pandang dan lingkungan. Maka penetapan hokum syari’at karena
kemaslahatan umum berarti membuka pintu kejelekan.
3.
Ibnu
qoyim berpendapat: diantara kaum musliman ada orang yang berlebih-lebihan dalam
menjada kemaslahatan umum ia menjadikan syari’at itu suatu yang tyerbatas,
tidak dapat memenuhi semua kemaslahatan hamba yang dibutuhkan untuk orang
lainnya. Mereka semua menutup diri untuk menempuh jalan yang benar diantara cara
yang hak dan adil. Dan diantara mereka juga ada yang berlebih-lebihan, lalu
menganggap mudah kepada hokum allah, menimbulkan kejelekan yang berkepanjangan
dan kerusakan yang nyata.
0 comments:
Post a Comment